Sunday, July 4, 2010

Prinsip Jurnalistik dan Nilai Berita
(1) Prinsip-prinsip dasar jurnalistik, cara kerjanya, dan sejumlah ikhtiar untuk mencapai hasil terbaik.
(2) Nilai berita: bagaimana mengukur dan menerapkannya dalam kerja redaksional

jurnalistik
Sejarah yang ditulis hari ini
Syarat menjadi sejarah yang jujur: akurat dan adil

Tuntutan akurasi: beberapa prinsip dasar
Check and recheck – esensi verifikasi (contoh: Bukopin dan Eddy Tanzil, ujian dokter)
Sikap skeptis (dalam dosis yang sehat) – tidak asal telan, bahkan dari sumber “orang dalam” (Ciputra dan Pantai Indah Kapuk)
Tak menulis berdasarkan prasangka  pentingnya narasumber yang kompeten atau informasi dari tangan pertama (contoh-contoh: menemui pelaku kriminal, berita konon kabarnya --konsekuensi hukum narasumber anonim)
Pentingnya reportase (informasi tangan pertama)  Beny Moerdani mantu, Try Soetrisno mantu
Bagaimana dengan berita yang “manipulatif” (sensasional)  opinion journalism, gonzo journalism
Kesediaan untuk meralat kesalahan dan meminta maaf
Apakah akurasi = kebenaran?  kebenaran relatif dalam jurnalistik


Tuntutan keadilan
Netral, tidak memihak, independen – tak menghamba pada siapapun (termasuk pada yang bayar – sikap pada Ciputra, di tempat lain sulit), kecuali pada kepentingan publik  menolak uang sogok, amplop, gratifikasi (integritas kewartawanan).
Membebaskan diri dari kepentingan pribadi dan golongan (kasus Semen Padang).
Cover-both-side (Contoh kasus2 narasumber yang tak kompeten, spt pensiun BPPN Trust, Sri Muljani, atau cover both side malu-malu (investigasi tanah Cepu)
Tidak diskriminatif, selalu punya reserved bahwa kebajikan (sebagaimana ketidakbajikan) bukan monopoli satu golongan)  hati-hati memberi “identitas”: Islam, perempuan, gay, Padang.

Tuntutan sikap memperjuangkan kepentingan publik
Obyektif  mungkinkah? (indikasi pemihakan: pemilihan narasumber dan sudut berita)  gonzo journalism, personal journalism (jurnalisme semau gue, termasuk membuat berita sensasional)
Perlindungan terhadap narasumber anonim (risiko hukum), kesepakatan embargo, informasi off-the-record
Apa yang layak menjadi sejarah?
Apa saja  sejarah pribadi, dlsb
Ruang media tak terbatas (internet)  seperti gudang, apa saja bisa masuk
Ruang media terbatas, seprti koran, majalah, radio, tv (batasan jam tayang)  seleksi berita
Kelak – tv digital  seleksi di tangan khalayak
Ruang media terbatas: bagaimana seleksi dilakukan?
Karena untuk publik (agar dibaca khalayak)  memilih yang menarik untuk publik
Apa itu  yang punya nilai berita/ cerita (contoh: anjing gigit orang, bad news is good news)
Nilai Berita
Baru
Menyangkut hajat hidup orang banyak
Menyangkut tokoh
Menyangkut “kedekatan” (tempat, isyu)
Unik
Umur nilai berita
Zaman dulu: sehari, sampai menunggu koran terbit esok hari.
Delapan tahun lalu: satu/dua jam
Lima tahun lalu: life-report
Usia berita menentukan bentuk penulisan
Dulu: koran/harian  hardnews, mingguan/bulanan  features (mengapa?)
Kini: “revolusi” sajian penulisan. Internet  hardnews, koran  features (lihat headline IHT), majalah  ?? (metamorfosa Time dan The Economist)
Kelak: TV dan radio life-report, internet  features, apa yang tersisa untuk koran dan majalah?

Jurnalisme baru? (resep lama)
Cerita non-fiksi  Tom Wolfe (The Electric Kool-Aid Acid Test), Hunter S. Thompson (Fear and Loathing in Las Vegas), Truman Capote (In Cold Blood) , Gay Talese (Frank Sinatra Have a Cold) – literary fiction

oleh : Bapak Abdul Haris Nasution,S.Sos

No comments: