Tuesday, July 6, 2010

SISTEM KETATANEGARAAN
REPUBLIK INDONESIA



I. Pengertian Hukum Dasar.
Ada dua macam Hukum Dasar, yaitu Hukum dasar tertulis (Undang-undang dasar) dan Hukum dasar tidak tertulis (Konvensi).
a. Hukum Dasar Tertulis (Undang-undang Dasar)
Menurut E.C.S Wade dalam bukunya Constitutional Law mengatakan bahwa secara umum undang-undang dasar adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut. Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar setiap sistem pemerintahan diatur dalam undang-undang dasar. Bagi mereka yang menganggap negara sebagai satu organisasi kekuasaan, maka mereka dapat memandang undang-undang dasar sebagai sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara badan legislatif, eksukutif, dan yudikatif (Indonesia tidak menganut sistem Trias Politika tersebut, tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan dengan lima lembaga negara).
Undang-undang dasar menentukan bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain. Undang-undang dasar juga merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara ( Menurut Budiarjo, 1981 : 95-96).
Undang-undang Dasar hanya memuat aturan pokok dan garis besar intruksi kepada pemerintah pusat dan penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial yang terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan zaman.


Jadi berdasarkan dari pengertian-pengertian tersebut diatas, Hukum Dasar Tertulis / Undang-undang dasar memiliki sifat-sifat sebagai berikut :


1. Karena sifatnya tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu hukum positif yang mengikat bagi pemerintah sebagai penyelenggara negara maupun bagi setiap warga negara.
2. Bersifat singkat dan supel, berarti memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan memuat hak-hak asasi manusia.
3. Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan sesuai konstitusi.
4. Merupakan peraturan positif paling tinggi selain menjadi alat kontrol bagi peraturan-peraturan yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum Indonesia.
b. Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi)
Hukum Dasar Tidak Tertulis adalah hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggara negara secara tidak tertulis.
Sifat-sifat Konvensi / Hukum Dasar Tidak Tertulis adalah sebagai berikut :
1. Merupakan kebiasaan yang muncul berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
2. Tidak bertentangan dengan undang-undang dasar dan berjalan sejajar.
3. Dapat diterima oleh seluruh rakyat.
4. Bersifat sebagai pelengkap yang tidak terdapat di dalam undang-undang dasar.
Contoh Konvensi pada praktek penyelenggara negara yang sudah menjadi Hukum Dasar Yang Tidak Tertulis, seperti :
 Pidato Kenegaraan RI setiap tanggal 16 Agustus di dalam sidang DPR.
 Pidato Pertanggungjawaban Presiden dan Ketua Lembaga Negara lainnya dalam sidang Tahunan MPR (yang dimulai sejak tahun 2000).
 Mekanisme pembuatan GBHN.


 Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada minggu pertama bulan Januari setiap tahun.

Keempat contoh diatas secara tidak langsung merupakan realisasi UUD 1945 (merupakan pelengkap). Yang berwenang mengubah konvensi menjadi rumusan yang bersifat tertulis adalah MPR, dan rumusannya bukan berupa hukum dasar melainkan tertuang dalam ketetapan MPR.
II. Pengertian UUD 1945
Sebelum amandemen, yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan, yang terdiri 4 alinea ; (2) Batang Tubuh UUD 1945, yang berisi Pasal 1 s.d 37 yang dikelompokkan dalam 16 bab, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan ; serta (3) Penjelasan UUD 1945 yang terbagi atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
Sedangkan setelah diamandemenkan berdasarkan hasil Sidang Tahunan MPR 2002, sistematika UUD 1945 adalah Pembukaan dan pasal-pasal yang terdiri dari 37 pasal, ditambah 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan ( Lihat Pasal 2 Aturan Tambahan UUD 1945 hasil amandemen keempat). Jadi Yang dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma, aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
III. Kedudukan UUD 1945
Dalam kerangka tata susunan norma hukum yang berlaku, UUD 1945 merupakan hukum yang menempati kedudukan tertinggi. Jadi setiap produk hukum seperti UU, PP, atau Keputusan Pemerintah, bahkan setiap

kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Berdasarkan TAP MPR No. III/2000 Sumber Tertib Hukum Terdiri dari :
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU / Perpu
4. PP (Peraturan Pemerintah)
5. Kepres
6. Peraturan Daerah (Perda)
III. Sifat UUD 1945
Setelah amandemen keempat UUD 1945, sifat singkat dan supel masih mewarnai UUD 1945 karena ia masih berisi hal-hal pokok dan masih dimungkinkan untuk terus disesuaikan dengan perkembangan bangsa dan negara Indonesia. Sifat undang-undang yang singkat dan supel itu juga dikemukakan dalam penjelasan :

1. UUD itu sudah cukup apabila telah memuat aturan-aturan pokok saja, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.

2. UUD 1945 yang singkat dan supel itu lebih baik bagi negara seperti Indonesia ini, yang masih harus berkembang, harus terus hidup secara dinamis, masih terus akan mengalami perubahan-perubahan.
UUD 1945 merupakan aturan-aturan yang tertulis yang memuat aturan pokok bukan berarti tidak lengkap atau tidak sempurna dan mengabaikan kepastian, hal ini berarti UUD 1945 menjadi aturan yang bersifat luwes, supel, dan tidak ketinggalan zaman.




Maksudnya UUD 1945 menjamin kejelasan dan kepastian hukum apabila aturan-aturan pokok itu menyerahkan pengaturan lebih lanjutnya kepada aturan hukum dalam tingkat yang lebih rendah, misalnya Ketetapan MPR dan undang-undang, yang pembuatan, pengubahan, dan pencabutannya lebih mudah daripada UUD 1945.
IV. Fungsi UUD 1945
UUD mempunyai fungsi sebagai alat untuk mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
V. Pembukaan UUD 1945
UUD 1945 beserta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaannya merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang berlaku di Indonesia. Maksudnya nilai-nilai yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 selanjutnya harus diwujudkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945 dan kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan hukum positif di bawahnya, seperti ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Berarti peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945.
VI. Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945
a. Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara RI
Sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan di dalam Penjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen), yang menyebutkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan Indonesia. Meskipun UUD 1945 telah diamandemen, ketujuh kunci pokok tersebut masih relevan dalam sistem pemerintahan Indonesia dewasa ini. Ketujuh kunci pokok itu adalah :
1. Indonesia adalah Negara yang Berdasarkan Hukum (Rechtsstaat)
2. Sistem Konstitusional


3. Kekuasaan Negara Yang Tertinggi di Tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat / MPR
4. Presiden adalah Penyelenggara Pemerintah Negara yang Tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat / MPR
5. Presiden Tidak Bertanggung jawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat / DPR
6. Menteri Negara adalah Pembantu Presiden dan Menteri Negara Tidak Bertanggung jawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat
7. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas.
b. Kelembagaan Negara
UUD 1945 bukan hanya mengandung semangat dan perwujudan pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaannya, tetapi juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasalnya. Sebagian dari pasal itu berisi tentang kedudukan, wewenang, tugas dan hubungan antarlembaga negara. Dalam TAP MPR No. VI/MPR/1973 dan Tap. MPR No. III/MPR/1978, MPR menetapkan bahwa MPR adalah
lembaga tertinggi negara sedangkan lembaga tertinggi negara terdiri Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbanmgan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung.
Berdasarkan hasil Sidang Tahunan MPR 2002, Dewan Pertimbangan Agung ditiadakan. Sehingga Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia menjadi :

STRUKTUR KETATANEGARAAN
SETELAH PERUBAHAN UUD 1945
(ST MPR 2002)


Keterangan :
MK = Mahkamah Konstitusi
MA = Mahkamah Agung
KY = Komisi Yudisial

Sumber : Kompas, Agustus 2002

Hal-hal mengenai DPR diatur dalam Pasal 19, 20, 20 A, 21, 22B, 22C, dan dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan kerjasama dengan Presiden, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diatur dalam Pasal 22D.
BPK mempunyai tugas khusus untuk memeriksa keuangan negara dan kemudian hasilnya dilaporkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (Pasal 23 E, Pasal 23F, dan 23G). Badan ini bersifat bebas dan mandiri, jadi tidak dipengaruhi atau mempengaruhi kekuasaan pemerintah. Tugas BPK :
1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
2. Memeriksa semua pelaksanaan APBN.



Sedangkan kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan yang berada di bawahnya (Lihat Pasal 24, 24A,) yang terlepas dari pengaruh semua lembaga negara.
Komisi Yudisial bersifat mandiri dan mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka enjaga dan menegakkan kehormatan, martabat, serta perilaku hakim. (Lihat Pasal 24B)
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dengan keputusan yang bersifat final, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara dan kewenangan yang diberikan oleh UUD, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (Lihat Pasal 24C).
Selain dari uraian diatas, Batang Tubuh juga berisikan pasal-pasal yang menyangkut hubungan antara negara dan warga negara yang mana berkaitan dengan masalah hak asasi manusia dan masalah demokrasi.

No comments: