Saturday, September 18, 2010

KEWARGANEGARAAN

I. Pengertian Kewarganegaraan Indonesia
1. Warga Negara dan Kewarganegaraan
Warga berarti anggota, misalnya anggota keluarga, perkumpulan dan nagara (warga negara). Warga negara penduduk sebuah negra atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Bekenaan dengan warga negara Undang-Undang Dasar 1945 mengatur siapa saja yang termasuk warga negara Republik Indonesia. Dalam pasal 26 ayat (1) UUD 1945 (Belum Amandemen) ditegaskan warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Dari ketentuan pasal ini dan penjelasannya menyatakan bahwa yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, peranakan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, dan bersikap setia kepada Negara RI, serta disahkan dengan undang-undang.

Undang – Undang yang pertama kali mengatur soal warga negara itu adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara Indonesia, yang menyatakan, antara lain, dalam Pasal 1 bahwa warga negara Indonesia ialah :
a. Orang yang asli dalam daerah negara Indonesia ;
b. Orang yang tidak termasuk dalam golongan tersebut di atas akan tetapi turunan dari seorang dari golongan itu, yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di dalam daerah negara Indonesia, dan orang bukan turunan seorang dari golongan dimaksud, yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman selama sedikitnya 5 tahun berturut-turut yang paling akhir di dalam daerah negara Indonesia, yang telah berumur 21 tahun, atau telah kawin, kecuali jika ia menyatakan keberatan menjadi Warga Negara Indonesia karena ia adalah warga negara negeri lain;
c. Orang yang mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dengan cara naturalisasi (pewarganegaraan).

Pasal 26 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang. Undang-undang yang mengatur soal ini adalah UU No. 3/1946 jo. UU No. 62/1958 jo. UU No. 3/1976.
Jadi pengertian Kewarganegaran berasal dari kata warga negara, mengandung arti hal yang berhubung dengan warga negra.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan sejak proklamasi kemerdekaan RI. Awal kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. Kemudian Undang-Undang tersebut diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang waktu untuk mengajukan pernyataan berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1948 tentang memperpanjang waktu lagi untuk mengajukan pernyataan berhubungan dengan Kewarga Negara Indonesia. Selanjutnya, Ihwal kewarganegaraan terakhir diatur dengan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana talah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Namun kemudian sesuai dengan era reformasi sekarang Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tersebut diatas, secara sudut pandang filosofis, yuridis dan sosiologis sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Ketatanegaraan Republik Indonesia. Adapun alasan-alasan masing sudut pandang tersebut sebagai berikut :
a. Secara Filosofis
Undang-Undang tersebut diatas mengandung ketentuan yang belum sejalan dengan Falsafah Pancasila, karena bersifat diskriminatif. Maksudnya kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
b. Secara Yuridis
Landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang Dasar sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang 1945. Dalam perkembangannya, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami perubahan yang lebih menjamin perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan Hak Warga Negara.
c. Secara Sosiologis
Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.
Maka berdasarkan pertimbangan ketiga sudut pandang diatas, perlu dibentuk Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mangamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun Nomor 12 Tahun 2006, maka Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selain itu, semua peraturan perundang-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan, dengan sendirinya tidak berlaku karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 meliputi :
 Siapa yang menjadi Warga Negara Indonesia;
 Syarat dan tata cara memperoleh Kewarganegaraan RI;
 Kehilangan Kewarganegaraan RI;
 Syarat dan tata cara memperoleh kembali Kewarganegaraan RI;
 Ketentuan pidana

2. Asas Kewarganegaraan
Asas kewarganegaraan adalah merupakan pedoman dasar bagi negara untuk menentukan siapakah yang menjadi negaranya. Maksudnya setiap negara mempunyai kebebasan untuk menentukan asas kewarnegaraan mana yang hendak dipergunakannya.
Adapun asas kewarganegaraan yang mula-mula dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan termasuk atau tidaknya seseorang dalam golongan warga Negara dari suatu Negara ialah :
a. Asas keturunan atau ius sanguinis
b. Asas tempat kelahiran atau ius soli
Asas ius sanguinis adalah menetapkan kewarganegaraan seorang menurut pertalian atau keturunan dari orang yang bersangkutan. Jadi yang menentukan kewarganegaraan seseorang ialah kewarganegaraan orangtuanya, dengan tidak mengindahkan dimana ia sendiri dan orangtuanya berada dan dilahirkan.
Contoh : Seseorang yang lahir di Negara A, yang orang tuanya adalah warga negara B, maka ia adalah warga negara B.
Asas ius soli adalah menetapkan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau Negara tempat ia dilahirkan.
Contoh : Seseorang yang lahir di Negara A, adalah warga negara A, walaupun orang tuanya adalah warga negara B.
Dalam menentukan kewarganegaraan itu dipergunakan dua stelsel kewarnegaraan, disamping asas yang tersebut di atas. Stelsel itu ialah :
a. Stelsel Aktif
b. Stelsel Pasif
Menurut Stelsel Aktif, orang harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara.
Menurut Stelsel Pasif, orang dengan sendirinya dianggap menjadi warga Negara tanpa melakukan sesuatu tindakan hokum tertentu.
Berhubung dengan kedua stelsel itu, harus dibedakan :
a. Hak opsi, yaitu hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
b. Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak sesuatu kewarnegaraan (dalam stelsel pasif)
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menganut asas-asas sebagai berikut :
a. Asas ius sanguinis (law of the blood)
b. Asas ius soli (law of the soil)
c. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarnegaraan bagi setiap orang.
d. Asas kewarganegaran ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak.
Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan Undang-Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaran Republik Indonesia, sebagai berikut :
a. Asas Kepentingan Nasional
b. Asas Perlindungan Maksimum
c. Asas Persamaan di dalam hukum dan pemerintahan
d. Asas nondiskriminatif
e. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
f. Asas Keterbukaan
g. Asas Publisitas

3. Dwi Kewarganegaraan
Dalam menentukan kewarganegaraannya beberapa Negara memakai asas ius soli, sedangkan di Negara lain berlaku asas ius sanguinis. Hal demikian itu menimbulkan dua kemungkinan, yaitu :
a. A-patride, yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegraan.
Contoh : Seorang keturunan bangsa A, yang negaranya memakai dasar kewarganegaraan ius soli, lahir di Negara B, dimana berlaku dasar ius sanguinis. Orang ini bukanlah warga Negara A, karena ia tidak lahir di Negara A, tetapi juga ia bukan warga Negara B, karena ia bukanlah keturunan bangsa B, Dengan demikian maka orang ini sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. Ia adalah A-partride.
b. Bi-patride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap atau dwikewarganegaraan)
Contoh : Seorang keturunan bangsa B, yang negaranya menganut asas ius sanguinis lahir di Negara A, dimana berlaku asas ius soli. Oleh karena orang ini adalah keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga Negara dari Negara B, akan tetapi oleh Negara A ia juga dianggap sebagai warga Negaranya, karena ia dilahirkan di Negara A. Orang ini mempunyai dwi kewarganegaran. Ia adalah Bi-patride.


Kesimpulan : perbedaan asas kewarganegaraan dari dua Negara A (ius soli) dan B (ius sanguinis) dapat menimbulkan kemungkinan, bahwa :

a. Si N adalah a-patride, karena ia dilahirkan di Negara B, sedang ia adalah keturunan warga Negara A, atau
b. Si X adalah bi-patride, karena ia dilahirkan di Negara A, sedangkan ia adalah keturunan warga Negara B
Jadi adanya ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan adalah sangat penting bagi tiap negara, karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang a-patride dan yang bi-patride. Ketentuan-ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak dan kewajiban bagi warga Negara dan bukan warga Negara.
Sedangkan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai persoalan kewarganegaraan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Perlu diketahui di dalam Undang-Undang tersebut pada dasarnya tidak mengenai kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride), tapi pengecualian kewarganegaraan ganda diberikan kepada anak.

4. Sejarah Hukum Kewarganegaraan Indonesia
Terdiri dari beberapa periode sebagai berikut :
a. Masa Sebelum 1850 :
• Kepndudukan pada Masa VOC
• Kewarganegaraan Belanda Menurut Burgerlijk Wetboek
b. Masa 1850 – 1892 :
• Dualisme Pengertian Kewarganegaraan Belanda
• Kependudukan di Hindia Belanda
c. Masa 1892 – 1949 :
• Wet 8192 (mengenai Kewarganegaraan di Negeri Belanda)
• Wet 1910 (mengenai Kewarganegaraan di Negeri Belanda

d. Masa Kemerdekaan :
• Undang-Undang No. 3 Tahun 1946
• Piagam Persetujuan Pembagian Warga Negara (PPPWN) tanggal 27 Desember 1949.














No comments: